Minggu, 19 Juli 2015

Sitou Timou Tumou Tou Dan Torang Samua Basudara

Penuh Kasih dan Damai Itulah Manado: Torang Samua Basudara
Torang Samua Basudara
1. Sitou Timou Tumou Tou (manusia hidup memanusiakan manusia lain)

Artinya, manusia hidup memanusiakan manusia lain. Anggapan umum menilai, falsafah ini ditelorkan oleh Dr. Sam Ratulangi, yang tepat sebenarnya, beliau menyimpulkannya dari realitas kehidupan bangsa Minahasa yang toleran, saling membangun, akrab dengan sesama serta saling menghargai segala bentuk perbedaan yang melewati sekat-sekat perbedaan kronis, dalam hal ini perbedaan agama sebagai penghambat. Dahulu, falsafah ini sangat nampak muncul pada proses adaptasi antara pengungsi “Perang Jawa” (1825-1830)[16] yang beragama Islam dan masyarakat Tondano, Minahasa beragama Kristen. Orang Jawa yang ketika itu dipimpin Kyai Modjo, hingga kini telah hidup dengan harmonis dengan masyarakat setempat, bahkan beberapa putranya pernah menjadi Walikota Manado (Hi. Abdi Buchari) dan wakil propinsi di MPR-RI (Ishak Pulukadang). Rasa saling terbuka dan menerima perbedaan membuat masyarakat Jawa yang tinggal dalam pembuangan tersebut, sekalipun beragama Islam melabeli diri mereka dengan sebutan Niyaku Toudano (aku orang Tondano)[17].

Sitou Timou Tumou Tou
Sitou Timou Tumou Tou

Saat ini, falsafah hidup tersebut tidak hanya milik orang Minahasa, sebagai masyarakat tempatan Manado. Namun juga oleh semua penduduk kota dari berbagai latar belakang agama. Falsafah ini menjadi tameng utama penangkal konflik dan kemungkinan disintegrasi. Saling membantu, saling hidup menghidupi dalam berbagai bentuk tanpa memperdulikan perbedaan terlihat dari kehidupan masyarakat yang bisa saling mawas diri akan ancaman konflik. Berbagi dengan yang kekurangan, saling mendukung dalam kehidupan sosial serta mentoleransikan adat dan agama yang berbeda, jadi suasana sejuk yang terlihat dalam realitas kehidupan masyarakat;



2. Torang Samua Basudara (kita semua bersaudara)

Torang Samua Basudara

Pada awalnya, slogan yang sekarang berubah menjadi nilai budaya ini, ditelorkan oleh mantan Gubernur Sulawesi Utara Letjen (Purn) E.E. Mangindaan untuk jadi senjata perekat dalam menghindari konflik SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan) yang meluas di Indonesia bagian Timur (1998-1999), agar rasa persatuan dan kesatuan masyarakat tetap merekat. Sejak ditelorkan, slogan ini menjadi ikon hidup masyarakat Manado. Wujud nyatanya, dalam bidang  pendidikan, umat Islam sering sekolah di yayasan pendidikan Kristen dan tetap mampu berinteraksi secara sehat tanpa menghilangkan ciri identitas agamanya. Dalam bidang keagamaan, kita akan sangat terkesima karena kagum, jika mendengar nama Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat Yarden Kampung Islam, merupakan kumpulan anggota masyarakat beragama Kristen yang eksistensinya diakui selama bertahun-tahun serta telah mendarah daging di lingkungan dominan agama Islam. Masyarakat kota Manado, menganggap tiap manusia sebagai saudara yang harus diakui keberadaannya serta tetap saling mendukung dalam kegiatan positif. Perbedaan agama dan segala bentuk identitas primordial tidak menjadi penghalang untuk tumbuh berkembangnya slogan ini menjadi kata-kata yang dihidupi masyarakat.


Selanjutnya ....

Related Posts

Sitou Timou Tumou Tou Dan Torang Samua Basudara
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.

1 komentar:

Tulis komentar
avatar
18 Juli 2016 pukul 19.00

Halo kak.. saya Ladies, owner TSB clothes.. :)

Makasih udah muat desain TSB clothes di blog ini...

Makasih juga udah sharing dgn kami ttg 2 slogan Sulawesi Utara yg sudah menjadi identitas buat smua org Manado yg ada di seluruh dunia.

#salamTorangSamuaBasudara

Reply